PENGENDALIAN
ABSTRAK
Pada era perdagangan bebas petani sebagai produsen utama produk pertanian harus dapat memasuki persaingan dengan banyak produsen lain pada tingkat luas (global). Berbagai penolakan terhadap produk ekspor pertanian dari
PENDAHULUAN
Tanpa disadari pada saat ini kita telah memasuki era globalisasi ekonomi yang mau tidak mau memaksa petani sebagai produsen utama produk-produk pertanian secara langsung maupun tidak langsung, dimana para petani harus dapat memasuki persaingan dengan banyak produsen lain pada tingkat luas (global). Produk-produk pertanian tidak hanya bersaing dengan produk-produk pertanian luar negeri di pasar global tetapi juga pada pasar lokal.
Dalam pasar global terbuka suatu negara tidak boleh mengenakan proteksi dan hambatan tarip terhadap komoditi yang masuk kewilayahnya. Dalam kondisi demikian persaingan menjadi semakin sengit dan ketat, produsen kuat bersaing dengan produsen lemah, akibatnya produsen yang kalah bersaing akan semakin termarginalkan. Keadaan demikian yang sekarang sedang terjadi dengan produk-produk pertanian khususnya produk pangan buah-buahan dan sayuran.
Globalisasi ekonomi kelihatannya tidak dapat dihalang-halangi atau dihambat apalagi
Petani harus berupaya secara maksimal untuk meningkatkan kemampuannya masing-masing untuk menghasilkan produk pertanian yang mampu memenuhi berbagai persyaratan teknis yang diminta oleh konsumen global terutama kualitas dari produk yang akan dipasarkan. berbagai persyaratan dan standar teknis telah diminta oleh konsumen yang harus dilaksanakan oleh petani bila kita ingin agar produk pertanian
BAHAN KAJIAN
Sulitnya Produk
Berbagai penolakan terhadap produk ekspor pertanian dari
Banyak penolakan produk ekspor pertanian
Dengan kemampuan teknologi dan SDM yang dimiliki oleh sebagian besar petani tanaman pangan dan hortikultura di
Karena kesadaran, pengetahuan dan ketrampilan petani terbatas, mereka kurang memperhatikan dan melaksanakan perlakuan perlindungan pasca panen terutama selama masa penyimpanan dan pengangkutan. Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas hasil seperti terikutnya sisa-sisa serangga, bekas serangan penyakit, kandungan mikroba berbahaya.
Persetujuan WTO tentang Pertanian
Salah satu kesepakatan yang dikeluarkan oleh WTO adalah persetujuan bidang pertanian (Agreement on Agriculture) yang mengatur tentang perjanjian Sanitari (kesehatan) dan Fitosanitari (kesehatan tanaman) atau disingkat SPS. Perjanjian SPS bertujuan melindungi kehidupan manusia, hewan termasuk ikan dan tumbuhan di suatu negara (Hamzah, 2002).
SPS mengatur tentang hak dan kewajiban suatu negara melindungi kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan dari cemaran; kontaminasi hama, penyakit, organisme pembawa dan penyebab penyakit, cemaran, zat aditif, racun atau organisme penyakit yang terbawa pada makanan, minuman, hewan, tumbuhan dan produk-produk yang berasal dari hewan dan tumbuhan. Perjanjian SPS memberikan kedaulatan dan hak pada negara anggota mengambil tindakan untuk melindungi kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan.
Karantina Tumbuhan
Perlu dilakukan tindakan karantina untuk mencegah pemasukan dan penyebaran Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) ke suatu negara atau daerah yang masih bebas dari OPT terutama di
Di Indonesia pelaksaaan karantina tumbuhan telah didukung oleh peraturan perundang-undangan yang memadai yaitu UURI Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan dan PP Nomor 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan. Isi peraturan perundang-undangan tentang karantina telah mendapat persetujuan internasional yang ditetapkan melalui persidangan Konvensi Internasional Perlindungan Tumbuhan atau IPPC. Dalam ketentuan UU No. 16/1992 diatur persyaratan pemasukan (impor) dan pengeluaran (ekspor) yang cukup ketat yaitu keharusan adanya Surat Kesehatan Tanaman (Phytosanitary Certificate) dan Surat Kesehatan Hewan (Animal Health Certificate) dari negara asal/tujuan.
Batas Maksimum Residu Pestisida
Pada era perdagangan bebas globalisasi saat ini, Batas Maksimum Residu (BMR) Pestisida sudah merupakan salah satu instrumen hambatan non tarif yang dimanfaatkan oleh banyak negara untuk memperlancar ekspor produk-produk pertanian. Suatu negara akan berusaha untuk semakin menurunkan nilai Batas Maksimum Residu sehingga menyulitkan negara lain untuk memasukkan produk-produk pertaniannya ke negara tersebut. Sebaliknya suatu negara akan berusaha untuk meningkatkan Batas Maksimum Residu dengan menggunakan analisis dan argumentasi ilmiah. Hal ini dimungkinkan karena sesuai dengan ketentuan Perjanjian SPS.
Pengendalian Hama Terpadu
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan suatu konsep dan teknologi pengelolaan
PHT sangat hati-hati dalam penggunaan pestisida kimia, dengan membatasi penggunaan pestisida berbahaya pada kegiatan-kegiatan pertanian maupun tidak. PHT lebih memanfaatkan pengendalian
KESIMPULAN
Masalah mutu dan keamanan pangan produk pertanian pada umumnya belum menjadi perhatian utama dalam upaya untuk menembus perdagangan global. Masalah keamanan pangan seharusnya menjadi salah satu permasalahan yang harus diperhatikan. Masalah keamanan pangan terutama produk-produk pertanian belum banyak dipahami masyarakat yang seharusnya bertanggungjawab terhadap kemanan produk pangan tersebut.
Mutu produk tidak hanya dilihat dari kenampakan luar (bersih atau kotor) tetapi harus diperhatikan juga aspek kesehatan, misal: kandungan mikroba patogen atau kandungan residu pestisida produk yang dipasarkan. Sebagian besar petani di
Keberhasilan dalam upaya untuk memasarkan produk-produk pertanian harus berdasarkan pada penggunaan pestisida sesuia dengan kebutuhan dan harus menerapkan PHT.
DAFTAR PUSTAKA
Darmaga. 2007. Mendesak Peningkatan Sistem Kesehatan. http://infovet.blogspot.com. tgl 2007 09.
Hamzah. 2002. Musuh Alami Hama. http://www.kttp.deptan.go.id. Tgl 28 2002.
Kasumbogo. 2003. Pengendalian HAama dan Penyakit Tanaman dengan Sisitem Keamanan Pangan. http://kasumbogo.staff.ugm.ac.id. tgl19 2003 10.00 WIB.
Sulastri. 2008. Hambatan dalam Perdagangan Babas. http://www.detiknews.com 12/09/2008 08:33 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar